.quickedit{ display:none; }

Jumat, 16 April 2010

Bubarkan Satpol PP, Arogan, Langgar HAM


Bentrokan maut terjadi di Priok, Jakarta. Seribu Satpol PP ‘’saling bunuh’’ dengan massa/warga masyarakat sehingga menimbulkan tragedi menyayat hati melihat banyaknya korban jiwa.

Sedikitnya tiga orang tewas dan ratusan lainnya menderita luka-luka, puluhan kendaraan bermotor hangus terbakar. Pihak Pelindo-II mengalami kerugian miliaran rupiah akibat kerusakan kantor dan terhambatnya proses bongkar-muat di pelabuhan bertaraf internasional itu.
Apa komentar tokoh mayarakat seputar tragedi Priok tersebut? Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas meminta Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Fauzi Bowo meminta maaf. Selain minta maaf, Gubernur DKI diminta membicarakan jalan keluarnya dengan warga. Jangan arogan menghadapi rakyat. Sebab, kalau rakyat diajak ngomong dengan baik, pasti bisa.
Hemat kita, banyaknya kecaman terhadap sikap arogan dan melanggar HAM yang dilakukan Satpol PP merupakan wujud kekecewaan kinerja Satpol PP selama ini. Tahunya main gusur, main kekerasan, rakyat dianggap angin lalu. Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin juga meminta pemerintah Jakarta mengevaluasi cara kerja Satpol PP.
Sebab, tindak kekerasan Satpol PP yang menimbulkan penganiayan warga yang mempertahankan Makam Alhabib Hasan Alhadad yang amat dihormati itu amat mengusik perasaan masyarakat, khususnya umat Islam. Kearifan dan kematangan aparat sungguh amat memprihatinkan. Harus ada pertanggungjawaban atas insiden berdarah itu.
Kelihatan sekali kalau ada pihak yang memaksakan kehendak. Siapa mereka, itulah yang harus dikejar aparat penyidik, sehingga perlu dibentuk tim independen pencari fakta. Ucapan keprihatinan atas tragedi Priok terus berdatangan.
Apalagi latarbelakang rencana penggusuran yang berujung bentrok tersebut, bermotifkan kepentingan bisnis. Tidak pantas kepentingan bisnis yang memang tidak pernah ada puasnya dibiarkan menggilas saksi-saksi budaya dan keagamaan. Lebih-lebih untuk bangsa yang menjunjung tinggi agama dan keadaban.
Tak pelak lagi peristiwa bentrokan maut itu seharusnya tidak perlu terjadi bila aparat keamanan khususnya Satpol PP yang diturunkan mengerti fungsi dan prosedur sehingga tidak terpancing dengan lemparan massa yang begitu banyak jumlahnya sejak pagi hari.
Satpol PP memaksakan diri dan terus menambah jumlah personelnya untuk melakukan penggusuran dengan cara represif, dan menangkapi massa yang melakukan perlawanan dengan batu, pentungan hingga senjata tajam. Jumlah massa semakin banyak karena mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya.
Wajar saja kalau banyak pihak mengecam sikap represif aparat keamanan (Satpol PP). Tapi, menyalahkan anak buah saja tentu tidak bijak. Sebab, anak buah biasanya bekerja atas perintah atasan sehingga komandan Satpol PP Jakarta perlu diperiksa dan dimintai pertanggungjawabannya.
Bisa saja ia akan mengambinghitamkan pihak lain. Apalagi pihak Pelindo-II disebut-sebut sudah mengeluarkan uang banyak untuk menguasai lahan sekitar makam untuk areal bongkar-muat barang setelah memenangkan perkara di pengadilan.
Pelajaran berharga bisa kita petik dari musibah Priok. Penertiban atau penggusurann yang acapkali dilakukan Satpol PP hendaknya mengedepankan persuasif. Hilangkan upaya kekerasan yang selama ini sudah menjadi ‘trade mark’’ petugas Satpol PP. Satpol PP tidak boleh bersikap arogan dan seenakn ya melanggar HAM. Apalagi biaya mereka juga berasal dari uang rakyat. Kalau tidak mau berubah juga maka saatnya Satpol PP dibubarkan.
Sumber : Beritasore.com

0 komentar :

Posting Komentar

 

Kumpul Blogger

Klaten Online

Pengikut